Rabu, 27 Mei 2015

Triologi Cinta Di Lapangan Basket




 “Horreee!!!! Kita menanggg!!!!.”
“kita berhasiillll!!!”
“tetap semangaatttt kawann!!!”
Sorakkan kemenangan tampak menghiasi lapangan.
“kita menang kapten,” ujar salah satu  pemain yang begitu riang gembira atas kemenangannya.
“iya!! Kita menang, semua ini berkat kerja sama kita semua.” Ujar sang kapten.
“yeaahhhh!!!!!!,” mereka semua bergembira.

Pertandingan telah selesai tampak  kedua tim berbaris saling menghadap dan memberi hormat untuk menjunjung tinggi solidaritas.
setelah itu terlihat seorang kapten memberikan arahan  kepada tim nya.
“kerja bagus untuk hari ini, pertahankan kekompakkan kalian sampai nanti kita menjadi juara,” ujar sang kapten memberikan semangattt.
“oke!!!, siaaappp kapteennn, semangaattt!!!!” antusias tim dalam meluapkan perasaan mereka.
“kita lolos ke babak final, pertandingan akan di laksanakan minggu depan, kita harus lebih giat berlatih karna lawan kita tentunya akan semakin kuat.” ujar sang pelatih.
“siaaappp pelatiiihh!!!!” sahut  satu tim dengan kompak.

Briefing selesai, tiap orang sibuk sendiri membereskan barang-barang mereka untuk bergegas pulang. Tampak sang pelatih mendekati dua pemain andalan mereka.
“kerja bagus untuk hari ini andi. Rebound mu sangat bagus, cepat dan kuat. Kau memang Center terbaik yang pernah aku temui.”
“terima kasih pelatih.”
“dan  kau juga sama reza. Sebagai shouter tembakkan mu tidak meleset. Kau adalah best point hari ini, tetap pertahankan kekompakan kalian dan bawalah tim ini menjadi juara.”
Reza dan andi hanya menganggukkan kepala mereka.

→ Di sekolah.

“hmm… badan ku masih terasa sakit semua setelah pertandingan kemarin,” keluh reza.
“aku juga, rasanya sangat malas untuk masuk sekolah.”
“kenapa pelatih tidak memberikan ijin untuk kita istirahat di rumah?”
“entalah!!! Mungkin ada sesuatu yang ingin dia katakan kepada kita.”
Sesaat kemudian pandangan reza terfokuskan pada satu tititk yang selalu membuat detak jantungnya berdetak cepat ketika ia melihatnya. Sosok yang selalu ia pikirkan, selalu ia inginkan dan selalu ia mimpikan. Karna terlalu fokusnya dia melihat orang yang dia kagumi itu tanpa sadar dia menabrak sebuah tiang yang ada di depannya.

“Brruaaakkk,” suara benturan.
“kamu gimana sih rez!! Papan segede ini masih aja kamu tabrak.”
“ehh.. sorry, tadi kurang fokus sama jalan di depan mangkanya nabrak deh, hehe.” ujar reza mengela.
“ada aqua?” salah satu temannya mencoba menggoda.
“haha, Lo resek bro!!! emang kamu pikir kita iklan apa, hahaha.” Sambil ketawa bareng mereka terus melangkah menuju kelas.

Jam istirahat telah berbunyi.
“Gus!! Ke kantin yukk, laper nih belum sarapan tadi,” ajak reza.
“oke za, bentar ya aku selesain ini dulu.” Sahut gusti.
sesaat kemudian mereka langsung bergegas menuju kantin. Setelah makanan sudah ada di tangan mereka langsung mencari tempat untuk makan.

“wow!!! Rame bener!!! Udah kayak anak panti asuhan ya kalo kayak gini, haha,” ujar reza sambil tertawa lepas.
“dan kamu salah satunya za, haha.” Gusti balik menertawakannya.
“Loh!! Kok bisa?”
“ya bisalah, Lo lihat aja kita berada diantara mereka bodoh,” ujar gusti kesal.
“haha, bener juga ya. Lo resek bro kalo laper,” ujar reza.
“emang aku laper, ini mau makan. Udah jangan ngajak ngobrol aja, cepetan cari tempat buat makan.”
“tapi kita mau makan dimana? Gak lihat tempat pada penuh semua gitu.”
Sesaat gusti memutar kepalanya untuk mencari tempat kosong untuk mereka makan.
“nahhh!! Aku tau tempat dimana kita bisa makan,” ujar gusti.
“dimana?” tanya reza seraya mengangkat alisnya.
“disana!!! Di sebelah cewek yang pakek krudung itu.” Gusti menunjukkan tempatnya.
Mata reza membalak ketika dia melihat cewek yang berkrudung itu adalah cewek yang selama ini dia sukai.
“bentarrr guss!!! Mendingan kita jangan makan disana ya, feeling ku gak enak ini,” reza mencoba menahan gusti.
“kamu ini mau makan atau main perasaan sih. Mau makan aja pakek feeling segala. Ini masalah perut broo, aku laper mau makan. Yasudah kalo gak mau biar aku sendiri aja yang kesana.”
Dengan menelan ludah, reza pun terpaksa mengikuti langkah gusti menuju tempat itu.

“permisi!! Apa tempat ini kosong?” sapa gusti.
“oia silakan duduk aja tempat itu kosong kok, lagian aku juga udah selesai,” sahut wanita itu dengan lembut.
“oia terima kasih.”
Reza dan gusti mulai menyantap makanannya yang sedari tadi dibawanya.
“aku duluan ya mas, permisi!!” tutur wanita itu dengan lembut.
“oia silakan,” gusti memberi jalan.
Perlahan bayangan wanita itu mulai memudar dari pandangan reza. Dia hanya mampu meratapi langkah demi langkah yang dia hentakkan saat meninggalkannya.
“woii!!! Ngelamun aja Lo broo ada apa?” sentak gusti.
“oh gak!! Gak ada apa-apa.” ujar reza mengela.

“Krriiinngggg.” Bel tanda masuk kelas berbunyi. Reza dan gusti sudah berada di dalam kelas untuk mengikuti jam pelajaran selanjutnya. Tampak terlihat reza sedari tadi yang melamun.
“woii!!! Melamun aja dari tadi. Mikirin apaan sih lo?” tanya gusti kepo.
“eh gak!! Gak ada apa-apa kok gus,” reza mengela.
“bohong kamu, tak perhatiin dari tadi ngelamun terus. Waktu di kantin juga gitu.”
Mendengar kesaksian dari temannya itu. Akhirnya reza tidak bisa mengela dan membuka suara.
“aku sedang memikirkan seseorang yang selalu aku sebut dalam doa ku,” ujar reza tidak bersemangat.
“wow!! Kayaknya dalem tuh. Terus gimana? Apa kamu sudah mengungkapkan perasaan kamu ke dia?”
“belum gus!! Sampai saat ini hanya menjadi rasa yang sepihak saja. Aku belum bisa jujur padanya tentang semua yang aku rasakan.”
 “kenapa? Apa alasan mu tidak bisa mengatakannya?”
“entlah… aku tidak tau. Setiap kali aku melihatnya. Rasanya bibir ku seakan terasa terkunci, jangankan mengungkapkan isi hati. Menyapanya saja aku tidak bisa. Perasaan ini menahanku, mematahkan alur nadiku sehingga aku tidak bisa melakukan apa yang ingin aku lakukan.”
“haha. Kau terlalu banyak filosofi bro, dengerin aku ya bro. Rasa cinta  itu hadir bukan untuk di sembunyikan melainkan untuk di ungkapkan. Jika kamu hanya bisa menahannya, maka sampai kapanpun kamu tidak aka pernah bisa mendapatkan jawaban atas perasaan mu sendiri.” tutur gusti menasehati.
Mendengar nasehati dari gusti, reza hanya mampu menundukkan kepalanya tanpa berkomentar apapun.
“kamu cowokkan?” tanya gusti.
“iya cowoklah emang kamu pikir aku banci apa,” ujar reza sewot.
“kalau kamu cowok, kamu buktiin!! Caranya kamu harus berani mendekatinya.”
“untuk saat ini aku belum bisa. Sudahlah!!!! Biar sang waktu yang menjawab semua tanya hatiku ini,” ujar reza pasrah.
“kamu menunggu waktu yang menjawabnya? Mau sampai kapan broo!!! Waktu tidak akan pernah menjawab semua tanya hatimu. Yang ada waktu akan terus berlalu, kalo kamu hanya diam, waktu akan semakin membuat mu jauh darinya. Ayolah semangat pasti kamu bisa.” ujar gusti memberi semangat.
“bijak bener kata-katamu, hahaha. Tapi makasi banyak ya bro udah mau dengerin curhatan ku.” ujar reza yang mulai bersemangat kembali.
“makasi doang? Makan kek di kantin!!” ledek gusti.
“kamu itu ya kalo bantu orang mesti ada maunya.”
“haha. Hidup itu gak ada yang gratis bro.”
“oke. Tak traktir nanti kalo aku udah bisa jadian sama dia.”
“sippp!!! Saya tunggu itu, hahaha.” gusti tertawa lebar.

Sesaat kemudian terdengar suara adzan berkumandang dari masjid.
“ayo sholat bro. biar kamu gak galau aja,” ledek gusti lagi.
“oke broo!!.”
Merekapun melangkah menuju masjid untuk melaksanakan sholat.
sesampainya di masjid. Tatapan reza kembali tertuju pada sosok wanita yang selalu dia kagumi. Dalam hati dia berkata.
“udah cantik, manis, rajin sholat lagi. Gilaaaa!!! Sempurna banget ini cewek. Bisa gak ya kira-kira aku dapatin dia?” tanya reza kepada dirinya sendiri.
“woii…!!! Aku ngajak kamu kesini buat sholat bro, malah ngelamun. Ngelamunin apa sih kamu?”
“dia disini guss!!!.”
“yang mana orangnya. Penasaran aku, kayak apa sih cewek itu sampek buat kamu stress kayak gini.”
“nanti aja aku kasi tau kalau aku udah bisa deketin dia.”
“iyalaahhhh!!!  Whatever  you say brooo.” Ujar gusti jengkel.
Setelah selesai sholat.
“nanti kita latihan abis pulang sekolah, bawa baju ganti sama sepatu kan?” ujar gusti memberitahu.
“iya aku bawa kok, tenang aja.”

→ Lapangan.

“Prriiittttt!!!.” Suara peluit.
“baik anak-anak saya rasa latihan untuk hari ini cukup.” ujar pelatih.
“haaahhhh!!! Akhirnya selesai juga,” ujar raza seraya membaringkan tubuhnya diatas tanah.
“kerja bagus rez!!!” sapa andi.
“kamu juga bro,” balas reza seraya menghantamkan kepalangan tangan ke tangan andi.
“kita harus lebih keras berlatih karna lawan kita pasti kuat.”
“iya ndi aku rasa seperti itu. Tinggal menghitung hari maka pertandingan final akan di mulai.”

Terlihat setiap pemain sibuk mengkemas barang mereka dan bergegas untuk pulang. Perlahan lapangan mulai sepi hanya tinggal reza seorang yang masih berada di lapangan.
seketika pandangannya menatap tajam sesosok perempuan yang selalu membuatnya berdetak kagum.
“jam segini dia belum pulang? Apa yang dia lakukan disini sendirian?” desih reza di dalam hatinya.
“ini kesempatanku untuk mendekatinya.” Tanpa berfikir panjang reza pun mencoba memberanikan diri untuk mendekatinya.

“hai!!!” sapa reza.
“hai juga?”
“jam segini kok belum pulang? Hari udah mulai sore lo?” tanya reza.
“iya ini mau pulang, Cuma masih nunggu jemputan orang tua.”
“ohh!! Begitu ya. Aku temenin ya gak baik cewek cantik duduk sendiri pamali namanya,” ujar reza menggoda.
Namun cewek itu hanya tersenyum geli.
“oia aku reza, nama kamu siapa?” tanya reza seraya mengulurkan tangannya sebagai tanda perkenalan.
“aku rahma.”
“rahma? Nama yang indah , persis seperti orangnya,” ujar reza menggoda kembali.
Beberapa saat kemudian.
“aku pulang dulu, orang tua sudah di depan. Assalamualaikum!!”
“waalaikum salam.”
Reza hanya tercengang meratapi langkah kaki rahma yang perlahan mulai menghilang dari pandangannya. Dalam hatinya dia berkata “gilaaa… ini cewek, bukan hanya cantik di luar aja kepribadiannya juga. Mau pulang aja dia mengucapkan salam padaku jarang sekali aku menemukan cewek seperti dia atau bahkan hampir tidak ada. Rahma? Aku harus bisa dapetin dia!!!”

Sesi Latihan.

    “Prriiiittttt.” Suara peluit pelatih menandakan latihan telah berakhir.
“widihhh!!! Kesambet apa kamu rez? Semangat banget tadi pas latihan” gusti kepo.
“haha, aku lagi seneng guss. Senengggg bangett!!!!!” ujar reza lebay.
“emangnya ada apa? Abis dapet arisan Lo ko kelihatannya girang amett, haha.” Gusti ngeledek.
“ini lebih dari sekedar arisan gus.”
“emangnya apa?” gusti makin penasaran.
“aku udah berhasil deketin cewek yang aku suka itu,” ujar reza dengan mata yang berbinang-binang.
“oia? Gimana ceritanya tuh kok bisa?”
Perlahan pun reza menceritakan kejadian yang dia alami kemarin ketika selesai latihan.
“wow?? Sepertinya keberuntungan ada di pihak mu rez.”
“yoii masbro, haha.” Ujar reza songong.
Tiba-tiba andi datang mendekati di tengah kegaduhan mereka berdua.
“ada apasih kayaknya heboh banget?” ujar andi.
“gak ada apa-apa ndi, Cuma ada yang lagi PDKT aja sama cewek!!”
“oia? sepertinya bau-bau teraktiran nih,” ledek andi.
“yoi itu broo!!!” ujar gusti.
“haha. Lo resek bro. di doain aja kalo sampek aku bisa dapetin dia. Aku teraktir kalian.”
“serius bro?”
Reza hanya menganggukkan kepalanya.
“sip dah, mantap kalo gitu!!!”

Hari terus berganti perputaran waktu sili berganti membawa reza dekat dan semakin dekat dengan rahma. Banyak waktu yang sering mereka lalui bersama, melakukan banyak hal bersama yang tertuang dalam kenangan manis di antara mereka berdua.

Suasana Sekolah.

Tampak reza dan gusti sedang berjalan bersama.
“eh… rez!! Sudah sampai sejauh mana pendekatanmu dengan dia?” tanya gusti.
“berjalan lancar bro, tinggal nunggu moment yang pas aja buat ngasi tau perasaan ku yang sebenarnya ke dia,” ujar reza.
“ah!! Lama lo bro. kebanyakkan mikir, kamu dengerin aku ya. Cewek itu paling gak suka nunggu jadi kamu harus lebih peka sama cewek itu.”
“iya aku tau, hanya saja aku belum siap.”
“belum siap kenapa?”
“aku takut perasaanku tidak terbalas olehnya,” ujar reza tidak bersemangat.
“jadi kamu takut patah hati gitu?”
Reza hanya terdiam.
“gini ya rez. Aku kasi tau kamu satu hal. Dalam mencintai seseorang yang kita sayangi itu pasti ada resikonya. Resikonya itu kalo gak bahagia ya sakit. Itu hukum yang pasti dalam cinta. Disaaat cinta mu terbalas oleh orang yang kamu sayangi maka kamu akan rasakan kebahagaiaan. Namun sebalikknya jika perasaan cinta mu hanya sepihak kamu harus terima karna itu resiko dalam mencintai. Jika kamu tidak bisa menerima kosekuensi tersebut mending ya gak usah jatuh cinta aja sekalian dari pada hal itu hanya membuat mu melakukan sesuatu yang setengah-setengah. Jadi yang harus kamu lakukan sekarang adalah percaya. Percaya akan perasaan yang kamu miliki dan percaya pada orang yang kamu sayangi, yakin deh kamu pasti bisa mendapatkannya,” tutur gusti memberi saran.
Mendengar perkataan gusti. Reza hanya terdiam untuk sesaat dan berkata.
“sumpah ya!!!!” ujar reza.
“sumpah kenapa bro?”
“kata-kata Lo kereeennnn bangettt brooo. Gila!! belajar dari mana kamu, kok sadis gitu kata-katamu.”
“haha. Biasa aja. Itu hanya rangkaian kata yang aku devinisikan dalam suasana yang ada dan aku rangkai tuk menepiskan keresahanmu,” gusti tertawa.
“wow!!! Bakat Lo bro jadi motivator??”
“motivator yang memberi semangat orang gitu?”
“enggak bukan. Ngasi semangat buat monyet di kebun binatang sana.”
“kurang ajar Lo bro.”
Reza hanya tertawa.

Ke esokkan harinya di adakan pertandingan persahabatan untuk memaksimalkan mental para pemain. Meskipun hanya pertandingan persahabatan namun pertandingan berjalan seru dan menegangkan. Para pemain serius untuk lebih memacu mental mereka dalam menghadapi final nanti.
selang beberapa saat kemudian, pertandingan  pun berakhir.

“Kamu kenapa ndi, aku lihat permainan mu tadi kurang semangat?” tanya reza.
“iya ndi. Rebound mu juga kurang kuat, banyak bola yang terlepas,” tambah gusti.
“sorry bro. perasaan ku saat ini lagi kacau,” keluh andi.
“memangnya ada apa?”
“galau broo.. di hantui masa lalu teruss.”
Reza tertawa.
“haha. Pantas status bbm mu galau terus ternyata ini masalahnya.”
“hari gini masih aja galau!! Udah gak jaman bro,” ujar gusti.
“aku gak bisa melupakannya, aku udah terlalu sayang padanya.”
“kalo seperti itu, lalu kenapa kamu putus dengannya?”
“banyak hal yang terjadi antara aku dan dia yang membuat hubunanganku tidak bisa aku pertahankan.”
“begitu ya!!”
“tapi kalo boleh aku kasi saran. Kamu harus bisa professional ndi. Kamu gak boleh ngorbanin kita semua kayak gini. Kamu mau kita kalah dan menghancurkan semua harapan teman-teman kita di final nanti? Setiap orang punya masalah bukan hanya kamu aja. Jadi aku harap kamu lebih dewasa lagi dalam bertindak,” tutur gusti memberikan semangat.
“tuh!!! Dengerin apa kata bapak motivator, hahaha,” ledek reza
“iya aku sadar, aku minta maaf untuk hari ini,” ujar andi menyesal.
“okelah tidak masalah tapi next time jangan seperti ini lagi.”
“iya aku janji,” andi merasa bersalah.
“lagian kita semua disini itu adalah teman. So? Kamu bisa berbagi ceritamu ke kita semua kapanpun dan dimana pun kamu butuh. Kita akan selalu ada buat kamu bro,” sahut reza seraya merangkul pundak andi.
“makasi buat semuanya. Maaf untuk hari ini.”
“udahla gak perlu kamu pikirkan. Kita itu teman dan itulah gunanya teman saling membantu satu sama lain disaat satu diantara kita membutuhkan.”
Terlihat senyum semangat terpancar dari raut wajah andi. Dan begitulah seharusnya seorang teman itu saling mengisi satu sama lain tanpa memandang bulu dan waktu. Seorang teman ibaratkan sayap yang akan membantu kita tetap terbang disaat jatuh. Teman adalah orang yang selalu mengerti kita dalam setiap hal dan waktu. Bukan karna sesuatu melainkan sesuatu yang harus dibagi dan dirasakan bersama. Itulah sahabat…

“ayo kita pulang. Tetap giat berlatih pertandingan final sebentar lagi,” ujar pelatih.
“siaaapppp!!!” sahut tim dengan serempak.
Perlahan lapangan mulai tampak sepi karna banyak diantara mereka yang sudah beranjak pulang.
“ayo rez kita pulang?” ajak gusti.
“oke. Andi mana?”
“dia pulang duluan katanya ada keperluan.”
“begitu ya! Ayo kita pulang.”
Dalam perjalanan pulang. Tiba-tiba terdengar ada suara yang memanggil.
“Reza?” dan ternyata yang memanggil itu adalah rahma.
“ehh!! Kamu? Kok belum pulang.”
“iya. Aku nungguin kamu selesai tanding.”
“oia.. gus!! Ini cewek yang pernah aku ceitakan ke kamu,” ujar reza memperkenalkan rahma ke gusti.
Mereka berdua pun saling berjabat tangan sebagai simbol perkenalan.
“sebentar ya aku ingin bicara sesuatu ke reza,” ujar gusti seraya menarik tangan reza untuk menjauh dari rahma.
“jadi ini cewek yang kamu maksud itu,” ujar gusti.
“iya!! Emang kenapa?” tanya gusti.
“kamu tau dia siapa? Dia itu mantannya andi. Orang yang membuat andi tidak bersemangat hari ini. Yag aku tau andi tidak bisa move on selama ini darinya,” ujar gusti memberitahu.
Mengetahui kebenaran yang sedang terjadi membuat reza shok tak percaya.
“apa kamu serius gus?” tanya reza dengan wajah serius.
“apa kamu pikir aku sedang bercanda? Kalo boleh aku kasi saran mending kamu jauhin dia, lupakan perasaan mu terhadapanya. Demi kebaikkan tim kita.”
Reza hanya termenung terdiam mendengar perkataan gusti. Di benaknya banyak muncul pertanyaan yang harus dia pilih.
“aku pulang duluan rez. Aku cuma titip pesan ku yang tadi. Jangan egois pikirkan juga perasaan kita semua terutama andi,” gusti pun perlahan berlalu meningggalkan reza.
“ada apa? Kok tiba-tiba raut wajahmu berubah gitu,” tanya rahma.
“ohh!! Tidak ada apa-apa kok. Cuma ada problem sedikit.”

→ Di Rumah.

Sesampainya di rumah. Reza masih memikirkan perkataan gusti. Perkataan itu menghadapkan reza pada pilihan yang sangat sulit. Dia harus memilih seuatu yang tidak dia pilih. Di satu sisi dia sangat ingin bersama rahma namun di sisi lain dia harus memikirkan perasaan teman-temannya. Angannya melayang tinggi mencoba mencari jalan keluar dari masalah yang ia hadapi. Dalam hati ia berkata. “ aku gak boleh terus seperti ini. Aku harus mengambil keputusan.”
Pertandingan final akan di mulai besok. Reza mencoba mengambil keputusan sebelum rasa penyesalan menghantui hidupnya.
“yang terpenting saat ini adalah teman-temanku. Aku harus menang, aku tidak boleh egois seperti ini. Aku harus bisa melakukannya!!!”
Ke esokkan harinya reza mengajak rahma jalan.

“Kriinnggg….. kriinggg.” Suara telepon rahma bordering.
“assalamualaikum,” sahut rahma.
“waalaikum salam,” balas salam reza.
“ada apa za? Tumben siang-siang gini kamu telepon aku.”
“hari ini kamu ada kegiatan apa gak?”
“tidak ada. kenapa?”
“aku mau ngajak kamu jalan nanti sore. Ada hal penting yang harus aku bicarakan ke kamu.”
“oia? Kebetulan dong kalo gitu. Aku rencananya juga mau ketemu kamu. Ada sesuatu yang mau aku kasi ke kamu.”
“sesuatu apa?”
“tenang aja. Nanti kamu juga tau.”
“baiklah kalo gitu. Sampai ketemu nanti sore ya.”
“baiklah. Assalamualaikum.”
“waalaikum salam.”
Reza pun menutup teleponnya. Seperti yang telah di janjikan sore itu mereka jalan bersama.

“kamu kenapa sih kok gak seperti biasanya, dari tadi tak perhatiin kamu banyak melamun” ujar rahma.
“aku gak apa-apa kok, kamu tenang aja.”
“gak perlu bohong sama aku. Dari raut wajah kamu kelihatan ada sesuatu yang kamu sembunyikan dari aku.”
Reza hanya terdiam membisu.
“oia!! Aku mau ngasi sesuatu buat kamu. Ini!!!” ujar rahma seraya mengulurkan tangannya.
“apa ini?” tanya reza.
“itu deker buat kamu. Aku harap kamu akan memakainya di pertandingan besok. Semangat ya!!! Aku yakin kamu bisa. Cetak sekor yang banyak.” Ujar rahma dengan senyum manisnya.
Melihat linangan mata rahma yang begitu penuh harapan membuat reza terpaku tak berdaya. Dia tak kuasa bila harus mengatakan yang sejujurnya.
“bagaimana ini! Apa yang harus aku lakukan Tuhan? Aku gak mungkin bisa menghancurkan perasaannya sekarang. Tuhan… tolong bantu  aku!!”
“heii… kamu kok diem aja! Kamu gak suka ya sama pemberianku ini,” ujar rahma sedikit kecewa.
“ehh!! Bukan seperti itu. Aku suka banget tapi maaf!!!!” reza tertunduk.
“maaf! Maaf untuk apa?” ujar rahma bingung.
“maaf aku tidak bisa menerima ini. Aku tidak bisa,” reza menolak pemberian rahma.
“kenapa? Kenapa kamu tidak mau menerimanya?”
“aku tidak pantas untuk menerimanya. Mendingan kamu berikan deker ini kepada andi. Aku rasa dia lebih pantas memakainya di pertandingan final besok. Maaf rahma aku tidak bisa dan ini akan menjadi pertemuan terakhir kita. Lupakan aku anggap saja tidak pernah terjadi perkenalan diantara kita berdua.”
Tanpa memberikan waktu kepada rahma  untuk berbicara. Reza sudah berlari menjauh dari rahma meninggalkannya bersama linangan air mata yang perlahan mulai menetes membasahi pipinya. Reza terus berlari dan berlari mencoba berada pada posisi sejauh mungkin dari keberadaan rahma. Dengan perasaan hati yang hancurr eza terus berlari. Dalam hati kecilnya terbesit.
“maafkan aku rahma. Aku harus melakukan hal ini padamu sebenarnya ini bukan inginku tapi apalah dayaku aku tidak bisa berbuat apa-apa semua ini aku lakuin untuk kebaikkan bersama biarlah aku saja yang merasakan sakit ini, aku sendiri yang akan menanggung luka ku ini.”
Akhirnya hari yang di tunggu-tunggu telah tiba. Pertandingan final lomba basket dalam tingkat nasional akan segera di mulai. Kedua tim melakukan pemanasan untuk melenturkan otot-otot mereka.
“gimana rez apa kamu sudah mengambil keputusan?” tanya gusti.
“sudah!! aku melakukannya sama persis seperti yang kau katakan.”
“baguslah kalo seperti itu. Mari kita menang bersama.”
Reza hanya menganggukkan kepalanya.

Tampak suasana di stadion sangat ramai. Suara gemuruh penonton dan para supporter memberikan antusias yang luar biasa terhadap basket.
“oke kawan!! Ini waktunya kita beraksi keluarkan semua yang kalian miliki. Apapun yang terjadi kita harus menang. We can do it,” ujar sang kapten memberikan semangat.
Selang beberapa saat kemudian akhirnya pertandingan di quarter pertama di mulai.
“Priittttt!!!”  wasit telah meniup peluitnya.
Tip-off pertama telah di mulai. Kedua tim saling menyerang. Para pemain saling beradu skill berusaha sekuat tenaga yang mereka bisa untuk mendapatkan point. Suara para supporter bersaut-sautan antar dua tim untuk memberikan semangat pada tim kebanggaan mereka.
Quarter pertama telah selesai.

“tenang… ini masih quarter pertama. Jangan takut karna kita tertinggal kita harus bisa menjaga tempo permainan. Kita masih bisa menyusul ketertinggalan point kita. Ayo semangat!!.” Ujar pelatih memberikan arahan.
Pertandingan di lanjutkan kembali. Namun sampai di akhir quarter kedua point mereka tetap tertinggal dari lawan. Hal ini semakin memperburuk keadaan.
Quarter kedua berakhir. Wasit memberikan istirahat bagi para pemain selama 15 menit.

“masih ada waktu untuk menyusul ketertinggalan point kita. Di quarter selanjutnya aku harap kalian semua mainnya lebih tenang, kompak dan semangat lagi. Kalian harus bisa saling percaya satu sama lain. Ayo semangat yakin kita pasti menang, semangat masih ada sisa dua quarter lagi,” ujar pelatih memberikan semangat.
Terlihat reza sedang menarik nafas panjang dan menghempaskan tubuhnya diatas lantai.
“are you oke bro?” sapa gusti.
“iya aku baik-baik saja,” sahut reza.
“maaf rez karna aku telah memaksa mu untuk melakukan hal ini.”
“tidak apa. Ini yang terbaik yang bisa aku lakukan.
“kamu kenapa hari ini? Apa yang terjadi? Aku lihat kamu tidak bersemangat seperti biasanya? Tanya sang kapten.
“aku tidak apa-apa kapten.”
“jika demikian kenapa dari tadi shooting mu selalu saja mleset! Apa yang sedang kamu pikirkan?”
Reza hanya menundukkan kepalanya tanpa mau menjawab pertanyaan dari kaptennya. Cahaya nya redup tidak seperti biasanya. Dia terlihat sangat kacau.

“Prriitttt!!!” wasit telah meniupan peluitnya menandakan waktu istirahat telah habis. Kini quarter ke tiga akan segera di mulai. Para pemain satu persatu mulai memasuki lapangan.
terlihat sang kapten berjalan mendekati reza dan berkata:
“kami semua percaya padamu,” ujar sang kapten sambil penepuk bahu reza.
“selanjutnya aku serahkan padamu rez!!! Cetak point sebanyak yang kau bisa dan bawalah tim ini menjadi juara.”
Quarter ke tiga di mulai. Perlahan mereka sudah bisa mengejar ketertinggalan point. Namun lawan tidak tinggal diam mereka terus melakukan perlawanan yang sengit sehingga ketertinggalan point pun semakin menjauh. Quarter ketiga berakhir tidak sesuai harapan. Keadaan semakin memburuk para konsentarsi pemain mulai goyah.
“ada apa dengan kalian semua? Kenapa permain kalian seperti ini!! Dan kau reza! Kenapa dari tadi shooting mu kebanyakkan yang airball? Ayo semangat kalian semua harus fokus pada permainan. Ini quarter terakhir aku harap kalian bisa melakukan yang lebih baik lagi.”
Quarter empat di mulai menjadi babak penentuan untuk mereka bisa meraih mimpi atau hanya akan menjadi pemimpi. Para pemain saling bekerja keras untuk memperbaiki ketertinggalan point namun perlawanan yang hebat terus mereka dapatkan dari lawan. Suara gemuruh supporter dan penonton pun tak mengenal rasa lelah demi memberikan semangat kepada tim kebanggaan mereka. Sisa waktu tinggal setengah dari quarter ke empat namun keadaan semakin memburuk. Tempo permainan menjadi semakin rumit dan tidak stabil mental mereka mulai goyah.
Melihat situasi yang semakin memburuk. Andi meminta pelatih untuk melakukan time-out.

“bisa kita bicara sebentar,” pinta andi kepada reza.
lalu mereka menjauh dari keramaian para pemain lainnya.
“ada apa ndi kok tiba-tiba mengajak ku kesini?”
“ada beberapa hal yang ingin aku bicarakan denganmu.”
“tentang apa?”
“apa yang terjadi denganmu? Kau terlihat sangat kacau tidak seperti biasanya.”
“aku tidak apa-apa semalam aku kurang tidur mangkanya kurang semangat.”
“jangan bohong. Aku sudah tau semuanya lebih baik kau jujur padaku.”
Reza menatap tajam mata andi. Seakan dia tau segalanya tentang apa yang dia pikirkan saat ini.
“aku tau apa masalahmu. Ini tentang rahmakan,” ujar andi.
“bagaimana kau tau,” respon reza terkejut.
“aku sudah tau semuanya rahma sudah menceritakan semuanya padaku.”
“apa?? Dia!!”
“iya!! Dia menemui ku dan menceritakan semuanya padaku. Kenapa kau tega melakukan itu padanya.”
“karna itu yang terbaik,” ujar reza dengan kepala tertunduk.
“jika ini yang terbaik dia tidak akan sampai meneteskan air mata bodohhh!!! Dia menangis di hadapan ku dan kau tau itu membuat ku sangat tidak tega melihatnya.”
Reza hanya diam.
“jika kau berfikir ini yang terbaik, aku rasa semua itu terbaik untukmu bukan untuknya karna yang terbaiknya itu adalah kamu.”
Reza masih terdiam seribu bahasa tanpa bisa berkomentar apa-apa setelah mendengar perkataan andi.
“ini untuk mu,” andi mengulurkan kotak kecil yang ada di tangannya untuk reza.
“apa ini?”
“jika kau ingin tau buka saja.”
Reza membuka kotak kecil itu dan alangkah terkejutnya ternyata kotak itu berisi deker yang waktu itu mau diberikan kepadanya namun dia menolak.
“ini kan??”
“iya.. itu untuk mu, kemaren sebelum dia pergi dia memintaku untuk memberikanyai padamu.
Terlihat selembar kertas terselip dalam kotak kecil tersebut. Kertas itu bertuliskan:
“semangat ya.. aku yakin kamu pasti bisa, aku selalu mendukungmu!!”
Setelah membacanya semangat reza kembali lagi. Kini beban yang tadinya dia rasakan sekarang tak lagi terlihat di raut wajahnya.
“thank ya ndi.”
“iya sama-sama, itulah namanya teman.”
“lalu bagaimana dengan mu?”
“tidak perlu perdulikan aku, aku akan baik-baik aja. Sekarang yang terpenting itu adalah rahma aku hanya ingin dia bahagia. Jika dia merasa bahagia denganmu maka aku akan merelakannya untukmu. Aku percayakan dia padamu.”
Time-out berakhir. Reza dan andi bergegas menuju kelapangan. Sebelum dia memasuki lapangan dia mencari sesosok perempuan yang selalu dia rindukan. Terlihat dari kejauhan dia dapat melihatnya.
Itu dia!!! Rahma dengan memegang poster yang bertuliskan “ You Can Do It!!”
Reza hanya tersenyum dan segera masuk lapangan. Dia mengenakan deker pemberian dari rahma dan sekarang dia siap untuk bertarug.

“Prriiitttt!!!!” pertandingan berlanjut. Tanpa banyak waktu reza langsung menyerang menerobos pertahanan lawan dan mencetak angka three point. Serentak para penonton yang memadati stadion bersorak ria untuk reza. Hal itu terjadi berulang-ulang hingga sampai akhirnya dia bisa menyusul ketertinggalan point dari lawan. Kini rasa kesedihan tidak nampak lagi dari raut wajah reza yang ada sekarang hanyalah rasa semangat bertarung untuk menjadi sang juara.
Reza terus menyerang dan melakukan shooting andalannya yaitu three point yang membuat point semakin menjauh dari lawan. Berulang-ulang dia melakukan three point yang mengundang decak kagum dari penonton.
Waktu terus berlalu jarum jam pun terus berputar hingga sampai akhirnya pertandingan berakhir. Mereka berhasil keluar menjadi juara. Seketika itu stadion menjadi sangat meriah menyambut kemenangan yang mereka raih. Setelah melewati masa-masa yang sulit akhirnya reza menjadi pahlawan yang membawa tim nya meraih gelar juara tingkat nasional. Para pemain bersujud syukur atas kemenangan yang mereka raih.
terlihat para pemain dan pelatih sangat bahagia terlebih ketika mereka menerima piala kemenangan mereka. Tak dapat di bendung lagi rasa bahagia yang mereka rasakan.
Para penonton kembali bersorak sebagai ungkapan selamat untuk sang juara. Setelah perayaan kemenangan berakhir. Rahma turun kelapangan mencoba mendekati reza seraya berkata:
“selamat ya, kamu berhasil!!” ujar rahma sambil mengulurkan tangan.
“iya terima kasih. Semua ini berkat kamu.”
“kok karna aku?”
“karna kamu adalah penyemangatku.”
Rahma hanya tertunduk malu.
“kamu tau gak. Hari aku mendapatkan dua hal yang sangat berati  dalam hidupku.”
“apa itu?”
“yang pertama kemenangan ini.”
“lalu yang kedua?”
 “yang kedua aku memenangkan hatimu,” ujar reza seraya menatap tajam bola mata rahma.
Rahma hanya tersenyum mencoba menyembunyikan raut wajahnya yang mulai memerah karna malu.
Tiba-tiba andi memanggil reza.
“Ssttt… reza? Tangkap ini.” Andi melemparkan bola ke arah reza.
Reza menangkap bola itu sambil berlari menuju ring dan melakukan dunk seraya
berteriak dengan lantang.
“AKU CINTA KAMU RAHMA!!!!!”
Reza mendaratkan kakinya dan berbalik arah menghadap rahma sambil membuka kedua tangannya.
Lalu rahma berlari menuju reza dan berkata:
“aku juga cinta kamu reza!!” ujar rahma seraya memeluk erat tubuh reza dengan segenap rasa cinta yang dia miliki.
“jadi kamu mau jadi pacar ku?” tanya reza.
Dengan tersipu malu, rahma hanya menganggukkan kepalanya.
Melihat kemesraan reza dan rahma teman-teman satu tim nya menyorakinya.
“ciee… ada yang jadian nih!!” ujar andi.
“yoi broo..” sahut gusti.
“pokoknya jangan lupa teraktirannya,” tambah gusti.
“hmm… kalo masalah makanan kalian eamng selalu ingat ya,” ujar reza tak percaya kalo teman-temannya sampai hari ini masih mengingat janji yang pernah di buatnya dulu.
“so pasti masbrooo!!!! hahahaha”
 Teman-temannya hanya bisa tertawa lebar melihat tingkah laku reza yang kepalang.

SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar